oleh

Refleksi Kamis Putih 2020: Padre Marco Solo Kewuta, SVD Ingatkan Umat Saling Mengasihi

Roma, Lintasnusanews.com – Perayaan Kamis Putih untuk mengenang Perjamuan Malam Terakhir Yesus bersama para murid-Nya di Yerusalem sebelum diserahkan untuk dijatuhi hukuman mati, akrab dengan sebuah kata yakni “perintah atau mandat” dan dikenal “Maundy” dalam bahasa Inggris. Kata mandat berasal dari kata Latin yakni Mandatum, yang berarti perintah. Seperti dikisahkan dalam Injil Yohanes 13:34.

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi, sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi,” demikian tulis Padre Markus Solo Kewuta, SVD, Staf Dewan Penasehat Kepausan untuk Dialog Antar Umat Beragama di Tahta Suci Vatikan, Roma Italia dalam rilis yang dikirimkan ke Lintasnusanews.com, Kamis (10/04/2020) malam.

Dijelaskannya, Kamis Putih adalah saat kita merayakan pemberian perintah baru cinta oleh Yesus yang dilegasi melalui Ekaristi Kudus dan pembaharuan Janji Imamat oleh para imam, yang dimandatkan juga untuk merayakan apa yang Yesus lakukan di malam Perjamuan Akhir itu sebagai kenangan akan Dia.

“Perintah Yesus untuk mengasihi, ditunjukan juga melalui pembasuhan kaki para rasul. Disini Yesus memberikan contoh kepemimpinan yang menghidupi roh seorang hamba dan pelayan. Memimpin artinya melayani tanpa klaim kekuasaan represif dan klasifikasi sosial,” katanya.

Lebih jauh, Padre Marco demikian biasa disapa di lingkungan Tahta Suci Vatikan mengulas, dalam bacaan pertama Keluaran 12:1-8, 11-14, berbicara tentang perjamuan ritual pembebasan dan tanda simbolis perlindungan. Sementara bacaan kedua 1 Korintus 11:23-26) menyajikan Perjamuan Tuhan sebagai tanda untuk memperingati kematian dan kebangkitan Yesus.

Episode penginjil Yohanes tentang pembasuhan kaki dalam kitab Yohanes 13:1-15, adalah panggilan untuk mencintai dan mengasihi. Dan panggilan kepada penghampaan diri terhadap Tuhan dan pengorbanan yang ikhlas demi kesejahteraan sesama manusia.

Padre Marco menyampaikan, keramahan di dalam tradisi Yahudi itu disimbolkan melalui penawaran air pembasuhan kaki di pintu gerbang, dan juga jasa pelayanan seorang budak.

“Bagi orang yang bebas, mencuci kaki orang lain artinya Dia mengambil posisi sebagai budak atau hamba,” paparnya

Sementara dibagian lainnya, Padre Marco pun menegaskan, Ajakan Yesus untuk saling membasuh kaki adalah sebuah panggilan, bukan sebuah perintah untuk memanifestasi relasi subyek-obyek atau relasi vertikal atasan terhadap bawahan.

Padre Marco menyatakan, untuk umat Kristiani zaman kini, hal ini sekali lagi semata-mata sebuah panggilan untuk membagi sebuah jenis kasih dan perhatian khusus yang ditandai dengan nilai pengorbanan, mungkin juga sebuah langkah kejutan yang membahagiakan orang lain.

Sebuah kejutan atau surprise kecil dan sederhana saja untuk seseorang, itu sudah cukup membuat dia paham, betapa Kita sangat mengasihinya, dan tidak pernah melupakan dirinya.

Atau sebuah bentuk pelayanan kecil dan sederhana, sebuah ucapan salam yang tulus, sudah memberikan signal positip tentang kasih kepada orang yang Kita jumpai dan Kita salami.

Dalam hal ini, nampak Yesus berlaku adil, baik terhadap kawan maupun lawan. Ia tidak hanya membasuh kaki Rasul yang selalu duduk di samping-Nya atau kerap bersandar di bahu-Nya. Ia tidak hanya membasuh kaki Rasul pertama yang serta merta meninggalkan segalanya dan mengikuti Dia.

“Yesus juga membasuh kaki Yudas yang mengkianati-Nya dan Petrus yang menyangkal-Nya. Ia juga tunduk di kaki Thomas atau Didimus yang kemudian tidak percaya akan kehadiran-Nya setelah kebangkitan. Panggilan untuk melayani adalah sebuah rahmat yang berasal dari Tuhan. Sifatnya universal, tidak pandang muka, tidak membeda-bedakan. Dia tidak mengutuk pendosa, tidak menyembah yang saleh. Dia merangkul semua dan memberikan waktu serta kesempatan untuk hidup dan berkembang,” ulasnya

Demikian pula, di dalam konteks Proyek Kerajaan Allah di dunia, Kita dipanggil untuk melayani dengan semangat kerendahan hati, jauh dari interese-interese pribadi dan kelompok. Kita melakukannya ibarat penabur yang menabur benih di tengah malam.

“Tugasnya adalah menabur, bukan menyelidiki mana tanah subur, mana tanah tandus, mana wilayah berbatu, mana wilayah rawa. Semuanya harus ditaburkan secara merata: “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan” (1 Kor 3:6). Segala sesuatu ada waktunya dan terjadi di dalam waktu-Nya”

“Yudas dan Petrus kemudian menyesal. Pelayanan yang didasar atas kasih yang tulus ikhlas bisa merobah seseorang secara radikal. Kita melakukannya untuk menemukan jalan menuju keselamatan kekal. Itulah tujuan Kita paling akhir. Akan tetapi, kini dan di sini, Kita memberikan kesaksian ini kepada orang di sekitar Kita, agar mereka pun melihat ‘terang’ ini dan mengikuti jalan yang benar,” paparnya.

Marilah terus mencintai dan menghormati kesakralan Perayaan Ekaristi yang merangkul begitu banyak nilai kesucian dan mandat untuk saling mengasihi agar Dia yang memerintahkan Kita untuk melakukannya selalu hadir di tengah Kita,”ajaknya.

Padre Marco lebih jauh dalam renungannya menyakinkan, sekalipun Malam Kamis Putih hanya dikenang dan dirayakan secara tidak langsung karena Kita diwajibkan untuk tinggal di rumah masing-masing (bahaya Covid-19), tetapi Kita percaya sungguh bahwa Tuhan tetap hadir di tengah-tengah Kita dan merayakan Perjamuan-Nya bersama dengan Kita.

“Kepada Kita satu per satu, Dia bersabda: “Terimalah dan Makanlah…Terimalah dan Minumlah…”Sebab dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah Mereka” (Matius: 18-20).

“Selamat Merenungkan Peristiwa Kamis Putih..Tuhan Memberkati,” tutup Padre Marco. (ola/boy)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Berita Lainnya