oleh

Dokter Reisa: Jangan Takut Beraktivitas Bila Hasil Rapid Test Non reaktif, Tapi Patuhi Protokol Kesehatan

Jakarta, Lintasnusanews.com – Meski telah memasuki masa new normal, namun sebagian masyarakat masih enggan beraktifitas di luar rumah karena sejumlah daerah masih terus bertambah jumlah kasus positif Covid-19. Menanggapi hal ini, Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19, Dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan,masyarakat boleh beraktivitas bila hasil rapid test non reaktif namun tetap menjalankan protokol kesehatan.

“Menjalani Rapid Test, tidak sama dengan dikarantina. Jangan takut untuk beraktivitas selama menjalankan protokol kesehatan, apabila hasil rapid test tidak reaktif,” ungkap Dokter Reisa dalam siaran tertulis Media Center Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19, Sabtu (20/06/2020) lalu.

Reisa menjelaskan, Rapid Test atau tes cepat, merupakan langkah awal identifikasi apakah seseorang sedang terinfeksi virus, termasuk SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, menggunakan antibodi yang diambil dari sampel darah. Pelaksanaan rapid test justru akan membantu seseorang dan pemerintah untuk melakukan penelusuran kontak dengan carrier atau orang yang terkonfirmasi positif Covid-19.

“Ini berarti, rapid test membantu kita menemukan orang yang harus dirawat, agar segera sembuh, dan tidak malah menimbulkan komplikasi, dan membantu mengetahui jumlah orang yang membawa virus, tapi tetap sehat,” jelas Dokter Reisa.

Rapid test yang dilakukan pemerintah, menargetkan orang-orang yang berisiko tinggi. Tenaga kesehatan diseluruh Indonesia melakukan pelacakan terhadap orang-orang yang melakukan kontak dengan orang yang terkonfirmasi positif. Upaya ini, disebut sebagai contact tracing.

“Jadi, apabila lokasi tersebut diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif, maka tes masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi,” jelas Dokter Reisa.

Sedangkan, rapid test secara massal yang sering dilakukan di beberapa tempat keramaian, seperti pabrik, pasar dan perkantoran, adalah dengan tujuan menapis atau skrining awal.

“Ini meminimalisir kalau ada orang yang membawa virus, tapi tidak sakit, dan kemudian berpergian secara bebas,” jelas Dokter Reisa.

Dalam hal ini, carrier atau orang yang membawa virus akan membahayakan anggota masyarakat lainnya, terutama bagi yang rentan seperti balita, orang tua atau lansia, dan mereka yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid.

“Mereka harus melindungi orang lain, jangan sampai kalau tidak ditanggulangi, maka bisa menulari orang lain. Orang seperti ini, bisa diisolasi mandiri di rumah, atau fasilitas lain,” pungkasnya. (tim/boy)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Berita Lainnya