oleh

Rapid Test dan PCR Sebaiknya Ditiadakan, Ini Alasan Anggota Ombudsman

Jakarta, Lintasnusanews.com – Rapid Test dan PCR disarankan oleh Anggota Ombudsman RI Alvin Lie untuk ditiadakan Pemerintah. Karena dianggap tidak memberikan manfaat tanpa disertai upaya pelacakan Covid19. Hal ini dimaksudkan Alvin yang juga pemerhati penerbangan, bagi pelaku perjalanan orang atau penumpang.

“Saya melihat tidak terlalu ada manfaatnya [dokumen kesehatan]. Indonesia yang memberlakukan tes untuk orang yang bepergian. Kita lihat negara mana yang mensyaratkan. Kemudian rapid test disamakan 14 hari dengan PCR. Rapid test tidak menjamin kalau seseorang tidak terinfeksi, selalu ada disclaimer,” ungkap Alvin Lie dikutip Bisnis.com, Senin (29/6/2020).

Baca juga: Rapid Test Lion Air Group Cuma Dipungut Rp 95.000

Sebelum saran Rapid Test dan PCR ditiadakan, pemerintah mengisyaratkan melalui Surat Menteri Perhubungan RI Nomor AJ.001/1/12 PHB 2020 tentang Peningkatan Pelayanan Perjalanan Orang. Para penumpang mewajibkan para penumpang melengkapi dokumen keterangan bebas Covid19.
Alvin Lie menjelaskan tidak ada negara lainnya yang mewajibkan tes bagi warganya yang hendak bepergian. Menurutnya, jika tujuan pemerintah agar masyarakat merasa aman dalam bepergian sebaiknya test dilakukan berkaca pada strategi yang dilakukan oleh Korea Selatan.

Rapid Test dan PCR Ditiadakan? Berkaca pada Korea Selatan

Negeri Ginseng, sebutnya, melakukan tes masif bagi warganya berdasarkan domisili per wilayah untuk mempermudah pelacakan Covid19. Alhasil, Alvin menilai saat ini di Indonesia hasil tes hanya sebagai syarat bepergian tak akan bermanfaat tanpa dibarengi dengan upaya pelacakan.

Alvin berpendapat langkah pemerintah menyamakan hasil tes cepat dengan PCR menjadi tidak relevan. Hal itu dikarenakan tes cepat mengandung resiko lebih besar dibandingkan dengan PCR. Menurutnya kendati hasil tes cepat yang dilakukan pada tes pertama menunjukkan non reaktif, tetap ada kemungkinan belum terbentuknya antibodi (masih dalam inkubasi) atau pasien.

Selain itu, hasil rapid test wajib diulang dengan pengambilan sampel ulang dalam rentang 7 hari hingga 10 hari. Artinya dokumen kesehatan hanya menjadi potret sesaat dan tidak menjamin orang tersebut akan tetap dalam kondisi yang sama dengan hasil tes yang telah dilakukan.

“Memang tidak ada gunanya. Sekarang ini juga tiap hari berapa ribu penumpang bus hilir mudik lintas Jawa. Mereka juga bisa lolos tanpa rapid test. Selain itu juga tidak ada bukti ilmiah penumpang pesawat domestik jauh lebih berisiko daripada penumpang bus,” tekannya. (tim/boy)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Berita Lainnya