oleh

Prioritaskan Kebijakan Tentang Guru, Mendikbud Minta DPR dan Masyarakat Tidak Remehkan Guru

Jakarta, LNN – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim memaparkan empat pokok kebijakan dalam program Merdeka Belajar kepada Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Rapat Kerja dengan Komisi X. Mendikbud menjelaskan bahwa sebagian besar kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ke depan akan berkaitan dengan guru.

“Kita tidak mungkin meningkatkan kapasitas guru kalau guru masih terbelenggu dengan hal-hal administratif yang menyita waktu dan yang tidak berhubungan langsung dengan pembelajaran,” dikatakan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim di Ruang Rapat Komisi X DPR RI, Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Mendikbud menyebutkan bahwa ujian sekolah dengan format baru yang menggantikan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) esensinya adalah mengembalikan kedaulatan guru dan sekolah untuk memberikan penilaian kepada peserta didiknya.

“Kurikulum 2013 itu standar nasional. Bagaimana penilaian dan bentuk soalnya bentuk tesnya itu yang seharusnya menjadi kedaulatan sekolah,” ujar Nadiem.

Mendikbud meminta agar anggota legislatif dan masyarakat pada umumnya tidak meremehkan kemampuan guru. Karena pada kebebasan yang diberikan juga terkandung tanggung jawab pendidik.

“Dengan demikian rasa tanggung jawab dan ownershipnya meningkat. Sehingga ia (guru), akan terus mencari cara untuk menjadikan lebih baik,” ujar Nadiem.

Terkait penggantian ujian nasional dengan asesmen kompetensi minimal dan survei karakter, Mendikbud memastikan hal tersebut telah dikaji dengan saksama. Tiga materi utama yang diberikan dalam asesmen kompetensi minimal dan survei karakter, yakni penalaran menggunakan bahasa (literasi), matematika (numerasi), dan karakter telah mencakup kompetensi dasar yang juga berlaku secara internasional.

“Ini merupakan suatu kompetensi fundamental yang kita pilih. Ini merupakan kompetensi inti untuk belajar apapun,” kata Mendikbud Nadiem.

Sedangkan di dalam survei karakter, Mendikbud meyakinkan bahwa survei tersebut tidak akan berupa tes hafalan tentang sila-sila Pancasila. Tetapi, dibuat dengan format sederhana dan fokus untuk mengetahui seberapa besar nilai-nilai Pancasila telah mengakar pada diri para siswa. Dicontohkan Mendikbud, seperti pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai gotong royong, keadilan, ataupun toleransi. Melalui survei ini, Kemendikbud juga berharap dapat menemukan kondisi kesejahteraan (well being) para siswa.

Anggota Komisi X, Andreas Hugo Pareira, mengungkapkan pada prinsipnya ia setuju dan mengapresiasi kebijakan baru yang diluncurkan Mendikbud. “Ini keliatannya sederhana tetapi sangat revolusioner,” katanya.

Namun, Hugo mengingatkan agar kebijakan yang lebih memberikan kebebasan kepada pendidik ini dapat benar-benar dikawal Kemendikbud dengan memberikan penguatan dan pendampingan kepada para guru.

“Guru harus memahami kebebasan yang diberikan kepada dia. Sehingga tidak terjadi anarki. Karena tidak semua orang itu sama pemahamannya,” pesan anggota legislatif dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur ini.

Senada dengan itu, Lathifah Shohib, mengusulkan peningkatan kapasitas guru, khususnya terkait kemampuan melakukan evaluasi belajar dan menyusun soal. Apalagi setelah sekian lama terbiasa menunggu soal dari Kemendikbud ataupun dinas pendidikan. “Sepengetahuan saya menyusun soal itu perlu mempertimbangkan validitas dan realibilitas soal itu,” ujar anggota legislatif dari Jawa Timur ini.

Kemudian Zainuddin Maliki menyampaikan bahwa ujian nasional yang diselenggarakan selama ini memang perlu dan sudah saatnya dilakukan evaluasi. “Kita hanya akan menjadikan pendidikan kita mengatakan bahwa anak dengan skor tes yang tinggi adalah yang berprestasi,” ujarnya.

Maliki mengapresiasi langkah strategis perubahan evaluasi belajar ke arah yang lebih fokus kepada kompetensi. “Pak Menteri melakukan dekonstruksi terhadap narasi yang selama ini disakralkan,” ungkapnya.

Namun, anggota legislatif dari dapil Jawa Timur VIII ini mengingatkan agar asesmen nasional pengganti UN dapat disiapkan dengan matang. “Kalau evaluasinya berbasis kompetensi, hendaknya prosesnya juga disiapkan berbasis kompetensi” pesan Maliki.

Menanggapi masukan para anggota Komisi X, Mendikbud menyebut bahwa guru-guru tidak akan dibiarkan sendirian. Pendampingan baik oleh pemerintah pusat, daerah akan dilakukan. Kendati demikian, Kemendikbud juga akan membuka peluang bagi lembaga dan organisasi kemasyarakatan serta komunitas untuk turut bergotong royong dalam peningkatan kapasitas guru.

Mendikbud juga menyinggung inspirasi program Merdeka Belajar datang dari ajaran Ki Hajar Dewantara. Ia berkeyakinan kalau semua institusi pendidikan diberikan kebebasan, maka perbaikan pendidikan di Indonesia akan lebih cepat terwujud.

“Merdeka belajar itu satu-satunya cara untuk menemukan solusi-solusi permasalahan pendidikan,” kata Mendikbud Nadiem.

Anggaran Tahun 2020

Dalam kesempatan yang sama, Mendikbud juga memaparkan rencana anggaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada tahun 2020. Menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju ini menyebut masih banyak masyarakat yang salah mengira anggaran di Kemendikbud sebesar Rp. 500 triliun atau sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Kebanyakan dana ini langsung ditransfer ke daerah melalui DAU (dana alokasi umum) dan DAK (dana alokasi khusus). Jadi dari 505 triliun, sekitar 306,9 triliun atau 61 persen, mayoritas, itu merupakan transfer ke daerah dan dana desa,” ungkap Mendikbud.

Dijelaskan Mendikbud Nadiem, dengan kembalinya Pendidikan Tinggi ke dalam Kemendikbud, maka pada tahun 2020 anggaran Kemendikbud yang semula 35,7 triliun, maka akan ditambahkan 39,2 triliun. “Jadi sekitar 2,3 triliun yang akan tersisa di Kemenristek,” terangnya.

“Untuk 2020 itu totalnya (yang dikelola Kemendikbud) 75,531 triliun,” lanjut Nadiem.

Mendikbud meminta para anggota Komisi X dapat memahami bahwa di dalam anggaran Kemendikbud terdapat dua jenis bantuan sosial pendidikan yang harus dibagikan, yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah serta KIP Kuliah untuk jenjang pendidikan tinggi. Keduanya merupakan keharusan untuk memberikan akses pada layanan pendidikan untuk anak-anak yang berasal dari kalangan ekonomi lemah.

Salah satu pendiri Gojek ini juga menjelaskan bahwa alokasi anggaran per bidang yang dipaparkan saat ini masih akan berubah karena menunggu terbitnya Peraturan Presiden mengenai struktur organisasi Kemendikbud yang baru.

Selain itu, Mendikbud juga menekankan urgensi penyediaan sarana dan prasarana pendidikan yang layak di seluruh Indonesia. “Pada 2020 kita akan melakukan sensus untuk mengecek keamanan struktur dari sekolah-sekolah kita,” kata Nadiem. (Boy/Tim)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Berita Lainnya