oleh

Festival Tepi Sawah Edukasi Anak Peduli Lingkungan

Gianyar, LNN – Konsisten dengan konsep “Go green dan Cinta Lingkungan”, Festival tepi sawah mengedukasi anak-anak untuk mencintai alam dan lingkungan. Rangkaian acara yang digelar di Omah Apik, Desa Pejeng, kawasan wisata Ubud, Gianyar Bali ini diisi dengan berbagai acara hiburan dan workshop hingga edukasi anak cinta lingkungan melalui dongeng.

Hari kedua penyelenggaraan Festival, line up artist diisi oleh Purnama Fajar, Dayu Ani, Bonita, Bhismo, Kacir, Iqua, FRC, Ana Perdana, Made Ciaaattt, dan Balawan. Rangkaian workshop pun dimentori oleh Arum Christina, Little Talks, Kopi Cukil, Arif Hendrasto, dan Indonesia Coffee Academy.

Sementara itu, pada pagi hari dimulai dengan berdongeng ala Pekak Made Taro yang membawakan cerita-cerita lawas khas Bali. Selama dua jam, Pekak Taro bersama peserta bermain dan bernyanyi bersama.

Para peserta pun mulai dari anak kecil hingga turis asing, berbaur dan mengikuti arahan Pekak Taro. Menariknya, Pekak Taro beberapa kali berinteraksi dengan mencampurkan bahasa Bali, Inggris, dan Indonesia. Salah satu momentum unik saat mendongeng Dadong Dauh, Pekak Taro bersama-sama mengajak berhitung telur bergantian menggunakan tiga bahasa.

Seluruh kegiatan selalu mengusung pesan untuk menjaga lingkungan, terumata masalah sampah ditekankan, “kurangi, gunakan kembali, daur ulang,” sebagai pengingat agar masyarakat selalu cinta lingkungan dengan mengurangi dan mendaur ulang sampah.

Kegiatan daur ulang ini pun langsung dipraktekkan dalam sesi workshop oleh Arum Christina. Sekitar 80 anak dibagi dalam beberapa sesi dan diajak untuk melukis botol plastik bekas dengan cat akrilik water-based yang aman. Hasil karya mereka berupa pot tanaman atau kotak pensil.

Lewat kegiatan ini, Arum ingin mengajarkan anak-anak untuk mengurangi plastik dan mengalihfungsikan sampah yang masih bisa dipakai. “Festival ini menjadi momen untuk menyebarkan pesan agar orang aware kenapa kita mesti membuat art dari botol bekas agar bisa dipakai lagi,” harap Arum.

Workshop pun dilanjutkan oleh Gustra Adnyana dari Little Talks dengan mengajak anak-anak menggambar superheronya sendiri. Little Talks sendiri adalah sebuah café dan perpustakaan kecil yang terletak di Campuhan, Ubud. Kegiatannya berkaitan dengan pengembangan kreativitas dan imajinasi anak muda untuk berkreasi.

Pada pagelaran festival tahun sevelumnya, Little Talks juga mengisi workshop membuat puisi dengan ‘menghidupkan’ benda mati di sekitar. “Kita memang fokus dalam pengembangan imajinasi karena kita tahu anak-anak Indonesia kan banyak sekali yang tidak pernah membaca, kadang hanya tahu dari TV,” Gustra.

Gustra mengungkapkan, banyak anak-anak yang membuat superhero untuk menyelamatkan sawah. Menurutnya, anak-anak Bali sangat dekat dengan sawah, sehingga mereka berimajinasi bahwa sawah adalah rumah mereka sendiri.

Hal ini dinilai Gustra sangat menarik, karena anak-anak bisa bercerita dari gambar dan nama-nama yang sederhana. Sayangnya, sebagian besar karya mereka masih terpengaruh dengan tontonan televisi. Hal ini terlihat dari kekuatan superhero mereka sebatas angin, api, dan air.

“Namun, hal ini cukup bagus. Harapan saya, lewat sesi ini bisa tercipta buku anak sendiri dari Indonesia dan ide-ide mereka bisa dibawa ke lingkungan sehari-hari,” harapnya. (Boy)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Berita Lainnya