oleh

82 Hari Diisolasi dan 24 Kali Jalani Swab, Pasien Terlama di Bali Edukasi Bahaya Covid19

Jembrana, Lintasnusanews.com – Seorang pasien terlama di Bali mengedukasi masyarakat setempat tentang bahaya Covid19. Hal ini dilakukan Sri Lutfah (48), guru Madrasah Ibtidaiyah Negeri 4 Jembrana, setelah 82 hari diisolasi dan 24 kali menjalani test swab.

“Ada yang tanya, buk kenapa kog harus isolasi mandiri lagi kan udah sembuh. Saya jelaskan sesuai penjelasan dokter waktu di RSPTN (Rumah Sakit Perguruan Tinggi Negeri) UNUD saat saya dirawat. Memang saya sudah sembuh tapi untuk menjaga efek sosialnya, jangan sampe suatu ketika ada kejadian sekitar saya ya itu bukan dari saya. Jangan sampe dituduh membawa klaster baru,” tutur Sri, Sabtu (17/20/2020).

Sri mengaku, setiap ada kesempatan acara apapun ia selalu memberikan penjelasan apa yang dialami. Namun menurutnya, penjelasan yang diberikan disesuaikan dengan tingkat pemahaman audiens.

“Pas ada hajatan pengajian atau apa gitu, ada yang bilang gak ada itu Corona. Saya ngasih penjelasan seusai dengan pemahaman mereka tergantung audiensnya. Pernah di pertemuan Dharma Wanita (Kemenag) Jembrana trus ada juga pas kondangan ada yang bertanya. Saya selalu berikan penjelasan karena saya ngerasain,” ujar wanita 3 anak ini.

Sri mengapresiasi warga Lingkungan Anyar Sari, Perumnas Baler Bale Agung, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana yang telah peduli keluarganya. Karena selama ia dan suaminya dirawat, warga setempat memberikan bantuan kebutuhan sehari-hari kepada anaknya yang jalani isolasi mandiri.

Kronologis Pasien Covid19 Terlama di Bali Dirawat

Sri mengaku, gejala awal dirasakan mulutnya pahit, indra perasa itu hilang dan panas tinggi 37 derajat. Namun sakit kepala dirasakan melebihi biasanya.

Dijelaskan, karena hasil test swab tidak konsisten, sehingga dirujuk ke RSPTN UNUD tanggal 15 Juli. Selama di RSUD Jembrana ia jalani test swab sebanyak 21 kali dan 3 kali di RSPTN UNUD.

“Kalau secara gejala khusus corona, saya hanya sekedar multu pahit. Demam juga tidak terlalu tinggi hanya 37 derajat. Paling parah itu sakit kepala. Mata itu seolah-olah mau lepas itu. Mungkin itu ciri khas Corona itu. Tapi kelamaan dirawat, stressnya luar biasa karena ingat anak di rumah,” tuturnya.

Sri menjelaskan, bila pasien Covid19 memiliki penyakit penyerta maka akan disembuhkan terlebih dahulu gejala penyerta. Obat yang dikonsumsi selama dirawat di rumah sakit; Cloroquin, Asitromisin, Aluvia dan Vitamin.

“Saya terpapar dari suami saya yang pulang dinas 10 hari di Surabaya. Hasil test suami positif dan kami sekeluarga jalani test. Kebetulan saya OTG (orang tanpa gejala) jadi ya selama di sana saya sehat gak ada keluhan. Cuma di dalam tubuh saya itu virusnya masih ada, itu yang disembuhkan tim dokter. Nah kalau misalkan yang bergejala, itulah gejalanya dulu disembuhkan. Nah itulah yang saya jelaskan ke mereka,” urainya.

Sri mengaku dirawat di RSUD Negara selama 71 hari sejak 04 April lalu, namun hasil test swab tidak konsisten. Sehingga dirujuk ke RSPTN UNUD selama 11 Hari sebelum dinyatakan sembuh tanggal 25 Juni 2020.

“Ada yang nanya gimana sih sebenarnya virus itu. Saya jelaskan seperti yang saya terima dari tim dokter. Jadi kalau sudah sembuh, mungkin saja dia dirapid itu masih reaktif. Karena selama setahun itu tetap terbaca reaktif. Tapi dalam tubuh itu virus, tidak punya kemampuan untuk menularkan. Kalau memang, kata dokter selama 24 jam itu sudah sembuh sendiri. Jadi memang harus taat protokol kesehatan,” jelasnya.

Pasien Sembuh Mengedukasi Para Guru

Selain kepada warga, Sri juga memberikan edukasi rekan guru di sekolah tempatnya mengajar. Sri mengaku senang bisa berbagi pengalaman, agar masyarakat lebih waspada.

“Kebetulan di sini ada dua keluarga kawan kita yang kena. Jadi bukan hanya saya sendiri yang ngasih edukasi. Mereka juga membantu saya untuk mengedukasi kawan-kawan yang lain,” katanya.

“Setelah keluar saya dihubungi Humas Pemda Bali untuk memberikan testimoni. Tapi setelah itu saya secara mandiri melakukan edukasi di setiap kesempatan ada pertemuan ataupun kondangan dan acara apapun,” jelasnya.

“Saya bisa dibilang terlama itu karena imun saya itu lemah. Meskipun sudah dikasih vitamin dan obat. Mungkin ini dikasih ujian dari Tuhan sehingga kondisi psikis saya sangat drop. Karena saat itu jelang Idul Fitri yang sudah pasti tidak di rumah dan ingat keluarga di rumah. Jadi memang kita tidak boleh stress, karena itu kata dokter ikut mempengaruhi imun tubuh,” tuturnya.

“Pesan saya, protokol kesehatan itu terus dijaga. Waktu kita keluar itu, nyaman gak nyaman ya masker harus tetap dipake. Kemudian jaga jarak dan rajin cuci tangan itu harus selalu. Bagi sodara kita yang masih dirawat, ikuti petunjuk dan saran dokter. Segala makanan yang disajikan itu nutrisi selalu terjamin,” harapnya.

Penulis/Editor : Ambrosius Boli Berani

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Berita Lainnya